TEMPO.CO, Tangerang - Sejumlah pedagang makanan atau restoran di Tangerang menilai program migrasi ke kompor listrik belum akan efektif karena saat ini masih sering terjadi pemadaman listrik. "Kalau listrik padam, masaknya gimana? Kami gak jualan, dong," ujar Hartati, pemilik rumah makan di kawasan Cikupa, Kabupaten Tangerang kepada Tempo, Senin 26 September 2022.
Pemilik rumah makan sop dan sate kambing ini menolak jika diminta beralih ke kompor listrik. Selain karena listrik masih sering padam, warung makan yang sudah beroperasi 30 tahun lebih tersebut menggunakan gas dan kayu bakar untuk mempertahankan rasa. "Pakai gas aja, dicampur kayu," ujarnya.
Perempuan berusia 48 tahun tersebut bercerita, dalam sepekan menggunakan bahan bakar sebanyak 21 tabung gas ukuran 3 kilogram. "Sisanya pakai kayu bakar," ucapnya.
Hal senada disampaikan oleh pedagang makanan lainnya, Reny Permasyari. "Harus ada jaminan listrik gak padam dulu, program ini baru bisa efektif berjalan. Kalaupun terpaksa ada pemadaman listrik, bisa gak diinfokan terlebih dulu?" ujarnya.
Reny mengungkapkan, Rumah Makan Warung Sunda Talaga Bestari yang dikelolanya saat ini membutuhkan 12-16 tabung gas ukuran 12 kg tiap pekannya. "Atau sekitar Rp 3 juta lebih hanya untuk gas saja," ujarnya.
Ia juga tak bisa berandai-andai lebih hemat menggunakan kompor gas atau kompor listrik untuk memenuhi kebutuhan dapur warung makannya itu. "Karena belum coba pakai kompor listrik."
Tak tertutup kemungkinan, kata reny, biaya penggunaan kompor gas dan listrik bakal tak jauh beda. Namun dalam praktiknya, karena kebiasaan menggunakan kompor gas berpuluh tahun lamanya, termasuk sudah paham dengan cara mengatur besar kecilnya api dalam saat memasak, tentu kompor gas relatif akan lebih mudah penggunaannya.
Sedangkan untuk kompor listrik, Reny mengaku tidak tahu sana sekali bagaimana menghadapinya. "Karena harus dicoba dulu setelan panasnya untuk tiap masakan," ucapnya.
Selanjutnya: "Asal untuk kebaikan umat banyak dan tidak membuat rakyat sulit."